Tag

organizational strategy

Browsing

Ditulis oleh: Borobudur Training & Consulting

Pendahuluan

Dunia organisasi hari ini bergerak semakin cepat di tengah tekanan teknologi, ekspektasi stakeholder, dan ketidakpastian makroekonomi. Dalam 24 hingga 72 jam terakhir, sejumlah perusahaan global melakukan restrukturisasi strategis, reorganisasi sumber daya manusia, dan pergeseran fokus ke AI sebagai inti transformasi. Artikel ini menguraikan empat berita penting, menganalisis implikasi strategis, dan menyertakan perspektif praktis dari Dr. Dwi Suryanto agar pemimpin di Indonesia dan ASEAN dapat merespons dengan tindakan terukur.


Sorotan Utama

• Accenture tuntut karyawan belajar AI atau keluar, dan lakukan PHK massal.
• Starbucks jalankan “Back to Starbucks” dengan perombakan organisasi & prioritas layanan.
• Fokus AI meningkatkan produktivitas dan konversi dalam penjualan — potensi +30 %.
• Tren manajemen perubahan 2025: komunikatif digital, hybrid work, pelatihan tailor-made.
• Model “change strategy” ala BCG: tidak cukup manajemen perubahan tradisional, tapi perlu simulasi berbasis agent untuk mendesain strategi yang tepat.


Berita 1: Accenture “Learn AI or Get Out” — PHK dan Rekualifikasi Besar

Konsultan global Accenture memberi ultimatum baru kepada tim: mereka yang tak dapat direkualifikasi ke peran berbasis AI akan dipulangkan. Dalam kuartal terakhir, perusahaan memotong sekitar 11.000 posisi secara global. F.N. London
Mengapa penting: Ini bukan PHK biasa — ini restrukturisasi strategis yang memaksa organisasi menyelaraskan kompetensi SDM dengan prioritas teknologi AI.
Implikasi untuk Indonesia/ASEAN: Perusahaan konsultasi dan IT di kawasan harus mempercepat program reskilling internal agar tidak tertinggal kompetensi.
Komentar Dr. Dwi Suryanto:

“Langkah Accenture ekstrem, tetapi jelas: transformasi organisasi tidak bisa menunggu. Dalam organisasi kita, pemimpin harus memetakan gap kompetensi AI sekarang dan jalankan jalur retraining terstruktur, bukan later.”
📌 Micro‑promo: rotasi Program Change Management dalam Era AI / Strategic Reskilling
Sumber: Accenture internal news F.N. London


Berita 2: Starbucks Luncurkan Strategi “Back to Starbucks” & Perombakan Organisasi

Starbucks, di bawah CEO Brian Niccol, melakukan restrukturisasi substansial: memangkas 30 % menu, menutup gerai, mempercepat waktu pelayanan, dan menekankan pengalaman pelanggan digital. Business Insider Transformasi ini terinspirasi dari keberhasilan Niccol di Chipotle. Business Insider
Mengapa penting: Starbucks memahami bahwa strategi organisasi dan operasional harus selaras kembali dengan janji merek (brand promise) dan ekspektasi konsumen.
Implikasi untuk Indonesia/ASEAN: Perusahaan ritel/kafe di kawasan perlu meninjau elemen organisasi & operasi agar pengalaman pelanggan tetap optimal selama perubahan.
Komentar Dr. Dwi Suryanto:

“Transformasi Starbucks bukan sekadar perubahan operasional — ini soal menyederhanakan organisasi agar bisa tangkas. Pemimpin lokal perlu audit proses internal, buang beban birokrasi, dan jaga moral tim selama fase bergolak.”
📌 Micro‑promo: rotasi Program Organization Redesign / Operational Change Leadership
Sumber: Business Insider Business Insider


Berita 3: AI Mengangkat Produktivitas & Konversi dalam Penjualan

Laporan terbaru Bain menyebut bahwa AI generatif bisa menggandakan waktu aktif penjualan (selling) dan meningkatkan conversion rates hingga >30 %. Bain Tim sales seringkali hanya menggunakan ~25 % waktunya untuk aktivitas nilai tambah — AI memungkinkan sisanya diotomatisasi. Bain
Mengapa penting: Organisasi yang memosisikan AI sebagai enabler operasional akan mendesain ulang struktur, proses, dan peran internal.
Implikasi untuk Indonesia/ASEAN: Divisi penjualan dan pemasaran harus segera identifikasi use case AI yang punya dampak tertinggi, lalu mulai integrasi ke proses sehari-hari.
Komentar Dr. Dwi Suryanto:

“AI bukan hanya teknologi; ini pemicu perubahan struktural. Jika kita memasukkan AI ke sales, kita harus revisi KPI, struktur tim, dan alur kolaborasi antar fungsi agar nilai bisa tercapai.”
📌 Micro‑promo: rotasi Program Sales Transformation & AI Integration


Berita 4: Tren Manajemen Perubahan 2025 — Hybrid, Digital, Pelatihan Terpersonalisasi

Menurut GP Strategies, model manajemen perubahan tahun 2025 semakin mengandalkan: (1) komunikasi digital-first, (2) pelatihan yang disesuaikan dengan peran dan konteks, (3) kolaborasi asinkron antar tim hybrid/remote. GP Strategies
Mengapa penting: Model lama top-down dan tatap muka tidak cukup efektif di struktur kerja modern.
Implikasi untuk Indonesia/ASEAN: Organisasi harus membangun platform komunikasi adaptif, kapabilitas asynchronous collaboration, dan modul pembelajaran yang bisa disesuaikan per unit.
Komentar Dr. Dwi Suryanto:

“Perubahan struktur kerja memaksa kita ubah cara memimpin perubahan: komunikasi digital harus terintegrasi, pelatihan jangan generik, dan tim remote harus merasa bagian dari perubahan.”
📌 Micro‑promo: rotasi Program Digital Change Leadership / Remote Change Enablement


Data & Tren Penting

Fakta / Tren Sumber / Konteks Interpretasi Strategis
AI bisa menaikkan conversion rate >30 % dan menggandakan waktu efektif penjualan Bain AI tidak sekadar otomasi tapi redefinisi fungsi penjualan
> 11.000 posisi PHK di Accenture sebagai bagian dari optimasi AI strategi F.N. London Organisasi proaktif dalam restrukturisasi kompetensi
Manajemen perubahan 2025 cenderung ke komunikasi digital, pelatihan personal, dan kolaborasi asinkron GP Strategies Model lama perlu diubah agar adaptif terhadap struktur kerja modern
Konsep “Change Strategy” ala BCG: strategi perubahan harus disimulasikan berdasarkan konteks organisasi BCG Pendekatan trial & error kurang memadai untuk transformasi besar

Analisis & Rekomendasi Strategis

Transformasi organisasi global hari ini memperlihatkan bahwa perubahan besar tak bisa ditangani dengan pendekatan reaktif atau ad-hoc. Restrukturisasi di Accenture, desain ulang Starbucks, dan integrasi AI menunjukkan bahwa strategi organisasi harus kontinu, adaptif, dan berfokus pada kompetensi inti.

Rekomendasi Dr. Dwi Suryanto untuk CEO, Direktur Strategi, dan Kepala Transformasi di Asia/ASEAN:

  1. Mulai desain “Change Strategy” khusus konteks organisasi
    Gunakan simulasi (agent-based atau scenario planning) untuk membuat strategi perubahan yang sesuai struktur, budaya, dan jaringan sosial internal — bukan sekadar copy best practice global.

  2. Tautkan transformasi teknologi dengan perubahan struktural dan budaya
    AI bukan sekadar alat — ia mengubah pekerjaan, peran, hirarki, dan cara kolaborasi. Pemimpin harus menyelaraskan struktur, KPI, dan proses agar teknologi bisa diadopsi dengan sukses.

  3. Skema reskilling & retraining menjadi elemen inti restrukturisasi
    Seperti Accenture, organisasi harus memprioritaskan program pelatihan berkelanjutan untuk memastikan bahwa tenaga kerja tetap relevan dan tidak menjadi korban perubahan.

  4. Komunikasi perubahan harus omnichannel, frequent & adaptif
    Di era hybrid, komunikasi harus memanfaatkan saluran digital, asinkron, dan intens dialog dua arah agar seluruh lapisan merasa terlibat.

  5. Monitor beban administratif dan “administrative bloat”
    Model dinamis penelitian akademik menunjukkan bahwa proses yang diciptakan tetapi tidak dipangkas bisa menyumbat organisasi. Hindari birokrasi usang yang memakan sumber daya. arXiv

Dengan memadukan simulasi strategi, desain struktural, dan pendekatan manusia-sentris, organisasi Anda dapat menghadapi tantangan transformasi dengan lebih mantap, lincah, dan berdaya tahan tinggi.


FAQ Singkat (untuk rich snippet SEO)

Q: Apa beda “change management” dan “change strategy”?
A: Change management fokus pada eksekusi transisi (komunikasi, pelatihan, mitigasi resistensi), sedangkan change strategy mencakup pemilihan model perubahan yang paling sesuai konteks organisasi lewat simulasi, desain struktur, dan skenario strategi.

Q: Mengapa AI mendorong restrukturisasi organisasi?
A: Karena AI mengubah peran, alur kerja, dan kebutuhan kompetensi, organisasi harus merombak struktur, KPI, dan kolaborasi antar fungsi agar implementasi AI berhasil.

Q: Apa risiko “administrative bloat” dalam transformasi?
A: Bila organisasi terus menambah proses tanpa menghapus yang usang, beban administratif bisa melebar dan menghabiskan sumber daya — penelitian menunjukkan bahwa perlu keseimbangan antara penciptaan & pemangkasan proses. arXiv


Penutup 
Borobudur Training & Consulting memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun di Strategy, Leadership, HR, dan Change Management. Jika organisasi Anda ingin memperkuat kapabilitas transformasi, membangun change strategy kontekstual, atau merancang skema reskilling, hubungi kami untuk program Change Strategy Lab, Transformation Leadership, atau Digital Change Enablement.