Cara mengatasi karyawan yang bermasalah ini disarikan dari buku What Every Supervisor Should Know, karangan Lester R. Bittel dan John W. Newstrom

KONSEP: Masalah yang menyertai kinerja karyawan sering dikaitkan dengan faktor pribadi yang mengganggu yang muncul dari kondisi di luar pekerjaan. 


Apa itu kinerja yang menimbulkan masalah? 

Kinerja yang menimbulkan masalah meliputi (1) kinerja yang tidak memenuhi standar keluaran atau mutu yang telah ditetapkan dan (2) perilaku yang mengganggu atau merusak penyelenggaraan kegiatan yang normal.

Yang pertama berkaitan dengan upaya penilaian kinerja.

Sedang yang kedua jauh lebih sulit dikenali dan diatasi. Padahal yang kedua itu tidak jarang juga mengakibatkan timbulnya yang pertama.

6 kesalahan paling umum yang dilakukan oleh supervisor baru atau supervisor tidak terlatih


Seperti apa karyawan yang berpotensi menimbulkan masalah itu? 

Untuk mengetahui cara mengatasi karyawan yang bermasalah anda harus memahami masalah pribadi orang itu…

Terutama adalah orang yang mengalami masa sulit dalam menyesuaikan diri dengan kehidupan kerja dan kehidupan rumah tangga.

Kebanyakan orang menemui masa penyesuaian yang sulit dalam hidupnya. Pada saat demikian, kinerjanya mungkin buruk. Ini biasanya merupakan suatu kondisi yang bersifat sementara, dan kinerjanya akan segera kembali normal. 

Masih banyak lagi orang yang sangat gampang terkena stres, dan penurunan hasil kinerjanya cukup tajam serta berlangsung lama. Besar kemungkinannya mereka terganggu oleh berbagai masalah pribadi yang sudah berurat-berakar atau oleh kondisi kehidupan pribadi yang menyulitkan penyesuaian diri.

Orang begini dapat dikatakan “bermasalah”. Bila keadaan bermasalah ini berlangsung lama, ada kemungkinan orang bermasalah ini akan menderita karena persoalan emosional, bukan fisik. Oleh karena itu, kita katakan orang yang demikian itu sebagai orang yang terganggu secara emosional. 

Supervision bukanlah sesuatu yang alami bagi sebagian besar orang. Anda harus belajar. Sesungguhnya, semua supervisor yang baik pastilah belajar taktik dan strategi dalam bidang supervision.


Penyelia harus belajar menghadapi karyawan yang kesulitannya dalam menyesuaikan diri dengan masalah emosional hanyalah bersifat sementara dan karyawan yang masalah penyesuaian dirinya sudah kronis. 

Di mana tempat orang bermasalah ini dalam pekerjaan dan cara mengatasi masalah itu? 

Di mana-mana dan dalam segala bentuk. Bisa muncul sebagai tukang mangkir, pelanggar aturan yang disengaja, pembenci bos, atau pembuat onar. Bisa juga muncul dalam bentuk yang lebih simpatik seperti karyawan penderita psikosomatik, orang yang kehilangan rasa percaya diri, alkoholik, peminum pil atau bahkan orang yang dihantui kerja.

Gejala gangguan emosional bahkan bisa muncul secara tiba-tiba pada orang yang paling normal dan stabil

Bilamana masalah pribadi karyawan bermasalah menjadi perhatian penyelia? 


Bila kinerja dari karyawan bermasalah tersebut menjadi tidak memuaskan. (Ingat tekanannya adalah pada kinerja). Karyawan yang sedang dalam keadaan stres sering berfungsi jauh di bawah kemampuannya, atau mungkin mengganggu pekerjaan karyawan lain.

Bila salah satu kondisi itu terjadi, karyawan ini menjadi masalah baik bagi dirinya sendiri maupun bagi penyelia. Akhirnya banyak di antara karyawan bermasalah ini menjadi sasaran keluhan dan pendisiplinan. 

Supervisor sebagai coach. Ya anda juga harus bisa menjadi coach yang baik. Anda bisa pelajari hal itu di sini

Bagi banyak karyawan, perbedaan antara masalah yang timbul dari kehidupan pribadi dan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan adalah semakin menjadi kabur. Kadang hanya penyelia yang dapat memilah-milah masalah.

Dan, seberat apa pun tugas itu, penyelia senantiasa harus bertanggungjawab untuk menghadapi perilaku karyawan yang mempengaruhi produktivitas. 

Apakah karyawan yang emosinya terganggu ini sakit jiwa? 

Untuk bisa mengatasi karyawan yang bermasalah, ada baiknya meninjau emosi karyawan itu….

Mayoritas karyawan bermasalah, atau mengalami gangguan emosional, pasti tidak “gila”. Namun, para pakar psikologi yakin bahwa satu dari lima karyawan yang menderita gangguan emosional jelas-jelas mengganggu pekerjaannya.

Perilaku karyawan ini tidak normal. Misalnya, ketika terdorong oleh rasa takut (mungkin karena ancaman dari penagih utang) atau oleh rasa marah (mungkin karena ditolak permintaannya untuk tidak masuk sehari), orang bisa saja bertindak seperti “gila”. Tetapi mereka (kecuali segelintir orang saja) benar-benar tidak gila, sakit jiwa, atau pun abnormal . Bagaimana tentang karyawan penderita psikotik dan neurotik? 

Kedua istilah ini kedengarannya sungguh tak menyenangkan. Namun yang jelas hanya karyawan penderita psikosis saja yang benar-benar sakit. Jenis penyakit psikosis yang paling umum dijumpai adalah schizophrenia, atau kepribadian terbelah.

Penderita schizophrenia sebagian jiwanya hidup di dunia khayal. Bila dunia terasa membahayakan dirinya, mereka akan menarik diri. Mungkin mereka dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan atau bahkan sukses dalam karier, tetapi ketika mereka kehilangan pegangan. maka persoalannya di luar jangkauan orang awam. 

Di lain pihak, sampai taraf tertentu mayoritas orang adalah penderita neurotik.

Orang yang memiliki rasa takut berlebihan, yang merasa harus membuktikan diri, atau yang suka lekas marah, bermusuhan, berpendirian keras, malu-malu, atau agresif (yang di mana-mana menggambarkan mayoritas orang) memiliki benih penyakit neurosis dalam dirinya.

Hanya bila kondisi ini menjadi berlebihanlah, maka karyawan penderita neurosis menjadi masalah bagi rekan kerja dan penyelianya. 

Beberapa contoh karyawan penderita neurosis adalah: operator truk pengangkat barang yang membual tentang kehebatannya bermain seks dan minum-minum; penyelia yang mendapat kesenangan kalau menegur seorang karyawan di hadapan karyawan lain; montir yang sering berkunjung ke poliklinik hanya karena gangguan kesehatan kecil; karyawan yang selalu mengatur ruang, bahan dan alat kerjanya 
sama setiap hari dan tidak bisa memulai bekerja sebelum semuanya tertata seperti biasa. 

Apakah karyawan yang sering tertimpa kecelakaan adalah terganggu secara emosional? 

Boleh saja berkesimpulan demikian, meskipun kesimpulan tersebut merupakan dasar pijakan yang berbahaya. Beberapa studi yang dilakukan di perusahaan Du Pont, salah satu perusahaan yang memiliki catatan keselamatan kerja terbaik di dunia, menunjukkan adanya semacam gangguan mental yang mendasari.

Du Pont menemukan bahwa ada “sekelompok kecil individu yang dikelilingi ancaman kecelakaan kerja dalam jumlah yang tidak proporsional”. Jelasnya, bukan sekedar kesialan yang menyebabkan seseorang dalam kariernya mengalami banyak kecelakaan kerja.

Anda juga bisa mempelajari berbagai riset tentang efektivitas menjadi supervisor di link berikut

Tampaknya, kegagalan karyawan tampil sebagai manusia yang utuh merupakan inti masalahnya. Ia cenderung merusak peraturan, baik di rumah maupun di tempat kerja. Para periset di perusahaan Du Pont berkesimpulan bahwa karyawan seperti itu merupakan “korban dari emosinya yang tertekan, yang berbalik melawan dirinya sendiri”, dalam bentuk luka atau kecelakaan. 

Kebanyakan ahli berpendapat, fakta bahwa seorang karyawan melanggar peraturan keselamatan kerja adalah lebih penting ketimbang pertanyaan mengapa pelanggaran itu dilakukan. Memanjakan orang yang terganggu secara emosional dalam hal yang berkaitan dengan keselamatan kerja adalah tidak bijaksana.

Pemanjaan mungkin hanya akan membuat mereka lebih banyak menuntut dan sekaligus memperparah lukanya atau memperbesar potensi bahaya bagi orang lain. 

Apa yang menyebabkan sebagian orang bekerja berlebihan sampai sakit? 

Banyak sekali orang yang menderita karena kecanduan kerja (“workaholics”).

Guna menutupi masalah emosional yang berat, dan terkadang kesulitan yang sangat nyata dalam kehidupan ekonomi atau rumah tangganya, mereka mengubur diri dalam pekerjaan.

Ini adalah bentuk penarikan diri dari kehidupan nyata. Cara ini membantu mereka melupakan masalah yang tampaknya tak dapat diatasi. Kesulitan menurut sudut pandang penyelia adalah bahwa pekerjaan dari pecandu kerja cenderung tidak produktif.

Secara paradoks, ketika orang yang terobsesi kerja ini memperhebat kerajinannya, ternyata berakibat mengganggu keluaran. Lagi pula, sering mereka menimbulkan gelombang di kantor atau di pabrik yang menyebabkan keluaran rekan kerjanya merosot. 

Tidak banyak yang dapat dilakukan oleh seorang penyelia selain dari mengenali ciri-ciri pecandu kerja. Orang yang kompulsif ini biasanya bersemangat tinggi, ambisius, cerdas, jujur dan, sangat loyal terhadap majikan.

Pada tingkat lebih tinggi, mereka adalah orang yang selalu mengerjakan pekerjaan yang sering tidak berguna di malam hari atau di akhir pekan.

Mereka menderita karena selalu khawatir dan depresi dan umumnya tak mau menerima nasehat untuk bersikap santai. Mereka memerlukan terapi dari seorang ahli guna meningkatkan pemahaman diri, keluwesan, dan kreativitas. 

Mengapa begitu banyak perhatian harus dicurahkan pada karyawan bermasalah? 

Terutama karena jumlah mereka banyak sekali. Nyaris tak pernah ada suatu minggu berlalu tanpa seorang penyelia menangani masalah yang ditimbulkan oleh karyawan bermasalah. Untungnya, sebagian besar merupakan masalah ringan.

Masalah pada karyawan memang banyak sekali, anda perlu melengkapi dengan berbagai strategi agar anda bisa memimpin mereka dengan sukses…

Namun jika dibiarkan tak terawasi, kesulitan itu akan menyita sebagian besar waktu serta perhatian penyelia. Juga terdapat banyak alasan sosiologis dan kemanusiaan untuk memperhatikan karyawan bermasalah.

Salah satu alasan utama adalah bahwa seorang karyawan bermasalah mungkin juga adalah seorang suami bermasalah, putra atau putri bermasalah, atau istri bermasalah.

Tetapi pertimbangan kalangan pengusaha terutama, tak dapat disangkal, adalah pertimbangan ekonomi.

Karyawan bermasalah merupakan pemborosan karena produktivitas mereka rendah.

Ciri mereka adalah kelambanan dan kemangkirannya yang berlebih…

Mereka sulit diselia, dan berkecenderungan merusak semangat kelompok kerja.

Konsekwensinya, penyelia harus:

(1) menempatkan karyawan bermasalah terlebih dahulu,

(2) menangani mereka dalam pekerjaan sehingga mereka dapat mencapai tingkat produktivitas yang pantas dengan sekecil-kecilnya gangguan terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan, dan

(3) menentukan apakah karyawan bermasalah betul-betul tak dapat menyesuaikan diri sehingga perlu penanganan tenaga ahli.

Siap untuk menjadi supervisor yang unggul? Pelajari caranya di sini

Author