Oleh: DR. Dwi Suryanto

Tidak lama kita akan memilih presiden. Masing-masing pihak berusaha keras untuk berjuang agar paslon mereka bisa menang.  Tulisan berikut di bawah ini akan menyoroti Petisi Bulaksumur, dan mencoba saya kaitkan dengan kepemimpinan.

1. Pendahuluan

Baru-baru ini, komunitas akademis Universitas Gadjah Mada (UGM) yang terdiri dari para guru besar telah mengeluarkan ‘Petisi Bulaksumur’ sebagai bentuk kritik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi). Petisi ini mencerminkan keprihatinan mendalam terhadap berbagai tindakan pemerintahan yang dianggap menyimpang dari nilai-nilai demokrasi. Tujuan dari analisis ini adalah untuk memahami bagaimana kritik tersebut mempengaruhi gaya kepemimpinan Presiden Jokowi, dengan menggunakan teori kepemimpinan yang relevan sebagai lensa analisis.

2. Isi Petisi dan Kritik Terhadap Kepemimpinan Presiden Jokowi

Petisi ini secara spesifik menyuarakan kekhawatiran terhadap serangkaian tindakan yang dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip moral demokrasi. Salah satunya adalah pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, di mana institusi yang seharusnya menjaga keadilan justru terlibat dalam politik. Tindakan lain yang disorot adalah keterlibatan aparat penegak hukum dalam proses demokrasi dan pernyataan kontradiktif Presiden tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik.

Menurut teori kepemimpinan transformasional, seorang pemimpin harus mampu menjadi role model yang menginspirasi pengikutnya dengan visi dan nilai-nilai yang jelas dan konsisten. Dalam konteks ini, konsistensi Presiden Jokowi dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila dan menjaga integritas demokrasi menjadi kunci. Kepemimpinannya dipertanyakan ketika tindakannya tidak mencerminkan nilai-nilai tersebut.

3. Analisis Kepemimpinan Berdasarkan Prinsip Demokrasi dan Moral

Dalam teori kepemimpinan etis, penting bagi pemimpin untuk tidak hanya fokus pada hasil, tetapi juga pada cara mencapai hasil tersebut. Ketidakpedulian terhadap prinsip demokrasi, seperti yang disuarakan dalam petisi, dapat menimbulkan keraguan tentang legitimasi dan etika kepemimpinan Presiden Jokowi. Contohnya, ketika seorang pemimpin terlibat dalam pelanggaran etik atau mengabaikan proses demokrasi, hal itu bisa menurunkan kepercayaan publik dan efektivitas kepemimpinannya.

4. Presiden Jokowi sebagai Alumni UGM dan Implikasi bagi Kepemimpinannya

Sebagai alumnus UGM, Jokowi diharapkan membawa nilai-nilai almamaternya ke dalam praktik kepemimpinannya. Teori kepemimpinan servant, yang menekankan pentingnya melayani kepentingan yang lebih luas, dapat menjadi acuan dalam hal ini. Kritik yang disampaikan melalui petisi ini menyoroti kesenjangan antara nilai-nilai tersebut dan praktik kepemimpinan Presiden Jokowi. Sebagai contoh, jika seorang pemimpin menunjukkan tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila atau keadilan sosial, ini dapat dianggap sebagai penyimpangan dari ide kepemimpinan servant.

5. Dampak dan Respon Terhadap Petisi

Petisi ini tidak hanya menyoroti kekhawatiran spesifik terhadap tindakan pemerintahan, tetapi juga dapat memicu diskusi lebih luas tentang standar kepemimpinan di Indonesia. Hal ini memberikan kesempatan bagi Presiden Jokowi dan pemerintahannya untuk merespons secara konstruktif dan mungkin menyesuaikan pendekatan kepemimpinannya. Respons terhadap petisi ini akan sangat menentukan persepsi publik terhadap komitmen Presiden terhadap prinsip demokrasi dan integritas moral.

6. Kesimpulan

Petisi yang dikeluarkan oleh guru-guru besar UGM menggambarkan ketegangan antara praktek kepemimpinan Presiden Jokowi dan nilai-nilai demokrasi dan moral. Melalui lensa teori kepemimpinan transformasional, etis, dan servant, kita dapat melihat bahwa konsistensi, integritas, dan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi adalah kunci dalam mempertahankan keefektifan dan legitimasi kepemimpinan. Respons terhadap kritik ini akan menjadi momen penting dalam menentukan arah kepemimpinan Presiden Jokowi ke depan.

7. Rekomendasi

Dianjurkan bagi Presiden Jokowi untuk menanggapi petisi ini dengan serius dan transparan, serta mengambil langkah-langkah konkret untuk memperbaiki area yang dikritik. Untuk institusi pendidikan dan masyarakat sipil, penting untuk terus mendorong diskusi terbuka dan kritis tentang kepemimpinan dan demokrasi. Keaktifan ini tidak hanya akan memperkuat demokrasi di Indonesia, tetapi juga mendorong pemimpin yang lebih bertanggung jawab dan berorientasi pada nilai-nilai masyarakat.

Author

Comments are closed.